Judul buku :
Separuh Bintang
Pengarang :
Evline Kartika
Tebal buku :
320 halaman
Penerbit :
PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : Cetakan kedua : Agustus 2009
Cetakan ketiga : April 2010
Cetakan kempat : 2011
1. Sinopsis
“Kasihan
sekali gadis itu. Ayahnya dulu kabur, kakaknya overdosis, dan sekarang belum
lama ibunya meninggal. Sekarang pasti dia sebatang kara.”
Gadis itu berdiri mematung di hadapan makam ibunya. Peti
sudah bergerak turun memasuki lubang makam. Tapi gadis itu tetap tidak
menunjukkan reaksi apa pun. Hanya diam..diam.. dan diam saja. Seakan tak ada
seorang pun di sekelilingnya.
Dua tahun yang lalu…….
Suara bantingan barang
menjadi backsound keadaan rumah itu. Suara tangisan mamanya mengiris-iris hati
Chiara. Sejak sebulan yang lalu, orangtuanya yang selalu bertengkar. Chiara
sendiri tidak tahu apa penyebab pastinya pertengkarang itu. Yang dia tahu, dia
benci keadaan ini. Dia benci suasana rumah yang kacau seperti ini. Dia kangen
papahnya yang dulu! Ke mana pergi Papah yang sangat menyayanginya itu? Ke mana
perginya Papah yang selalu membawa keceriaan dan kebahagiaan?
Sosok setengah baya muncul di hadapannya, memandanginya
dengan tatapan jijik.
Dia
bukan bukan Papah! Dia bukan Papahku! Chiara selalu menanamkan kata-kata itu dalam
hatinya. Papahnya pasti telah mati. Ya, pasti begitu. Papahnya tidak mungkin
seperti ini.
“
Chiara, kau anak haram! Kau bukan anak Papah!”
TARRRR!!!
Kata-kata
itu meluncur begitu saja. Kata-kata yang terdengar seperti umpatan dibandingkan
pernyataan.
Mendadak Chiara tidak bias berpikir. Jangankan
berpikir sekarang, bernapas pun rasanya sulit. Chiara ingin sekali tertidur.
Dia ingin tidur dan saat bangun dia akan mendapatkan semuanya kembali seperti
semula. Ini pasti mimpi.
Chiara
memandang mamanya, meminta dukungan. Cepat katakan padaku bahwa semua ini Cuma
mimpi! Chiara berteriak dalam hati. Tapi mamanya hanya bisa terisak, dan terus
terisak. Chiara beralih memandang kakaknya. Tapi Billy hanya memeluknya.
Sayangnya,
semua ini nyata….
Tanpa
menjelaskan apa pun, setelah mengucapkan dua kalimat itu, papahnya benar-benar
menghilang. Setiap hari, Chiara melihat mamanya selalu menunggu di depan pintu,
menunggu dan menunggu. Tapi papahnya tidak pernah kembali..
Setahun
yang lalu….
“
Billy, gue pinjem kamus lo ya..” Chiara masuk dan mendapati kamar Billy kosong
melompong. Akhir-akhir ini dia memang jarang melihat kakaknya. Setelah
kepergian Papa, kakaknyalah yang menjadi tulang punggung keluarga. Beban Billy
pasti sangat berat. Selain harus mencukupi kebutuhan sehari-hari, Billy juga
harus menanggung biaya pengobatan mamanya yang mengidap penyakit jantung. Semua
itu pasti tidak sedikit jumlahnya, apalagi jika harus ditanggung oleh remaja
yang baru berumur 18 tahun.
Tiba-tiba
pandangan Chiara tertuju pada benda kecil di bawah ranjang. Tablet-tablet apa
ini? Chiara membuka plastik kecil itu dan ia mengerutkan dahinya. Apa
hubungannya Billy dengan tablet-tablet ini? Chiara berpikir keras. Ini jelas
bukan obat Mama. Lalu apa ini? Jangan-jangan…
Chiara
mencoba menepis semua pikiran buruknya. Tapi bayangan kakaknya dan
tablet-tablet itu berganti muncul dalam otaknya. Chiara ingin teriak, dia ingin
menangis, dia ingin marah. Dia sudah benar-benar lelah menghadapi semuanya.
Tanpa sadar, sebuah silet memotong nadinya begitu saja, tidak hanya sekali…dua
kali…tiga kali…
“Chiara!!! Apa-apaan?!
Lo gila ya!!” Chiara mendengar teriakan Billy tiba-tiba,terputus-putus .
perasaannya panas dan dingin tidak karuan. Sinar lampu pun terlihat nyala dan
padam bergantian. Sebelum akhirnya semua menjadi gelap.
Chiara membuka mata. Semua tampak putih. Sekilas saja,
dia tahu ini rumah sakit.
“Kita butuh uang. Gue cuman
punya cara itu. Gue cuman anak SMA, Ra. Gue bias kerja apa? Cuma itu
satu-satunya jalan. Gue ga make ko sumpah! Gue cuman ngedarin”
Chiara tahabis berfikir mendengar perkataan billy
“gue sayang sama lo”
kata-kata billy membuat Chiara gemetar. Memeng bukan hanya sekali billy
mengucapkan 4 kata tadi. Dan Chiara tahu, billy menyatakan perasaan sayang yang
bukan hanya sekedar dari mulut seorang kakak. Untuk sekian detik berikutnya,
mereka berpelukan.
2 minggu kemudian, Chiara
menemukan kakaknya telah terbujur kaku dengan busa memenuhi mulut. Chiara
menjerit sekeras-kerasnya, menangis sekencang-kencangnya. Chiara mengguncang2
tubuh billy sekeras mungkin dan tanpa henti. Ternyata billy over dosis.
3 bulan setelah
kematian billy, kesehatan mama Chiara memburuk tiba-tiba mamah pingsan dan
berhenti bernafas. Chiara hanya menatap tubuh mamahnya ambruk ke tanah. Dia tidak
melakukan apapun, dia tidak berteriak saat billy meninggal dan dia tidak
menangis saat menemukan billy sudah terbujur kaku, dan dia bahkan tidak berlari
menghampiri mamahnya untuk memastikan apakah mamahnya masih hidup atau tidak.
“Chiara…” satu sosok
merangkul pundaknya. Terlihat sangat prihatin. Tetapi, Chiara menepisnya. “Mulai
sekarang jangan panggil gw Chiara” tapi mulai sekarang panggil gue Ciya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar